Senin, 07 Februari 2011

Lintang Sugianto

Workshop dua hari Guru dan siswa SLTP, SMA sederajat yang dilaksanakan hari jum'at dan Sabtu tanggal 4-5 pebruari 2011 merupakan kegiatan yang tak asing lagi buat kami. Tapi ini lain dari Workshop pada umumnya, mengapa demikian? simaklah tulisan ini dengan baik !!!
Kerjasama DIKBUDPORA KLU dengan seorang penulis terkenal sebagai nara sumber yang memberikan pelatihan tentang "Penulisan Kreatif Sastra" oleh Mba Lintang (begitu panggilan akrabnya) dan teknik membaca Puisi yang baik dan Benar oleh Mas Sugianto(Panggilan akrabnya) sangat bermanfaat bagi kami. Meskipun hal tersebut kami dapatkan dalam proses pembelajaran yang serupa di bangku sekolah maupun kuliah, tetapi tidak sedetail apa yang ditularkan kepada kami saat mengikuti workshop ini.  Di bangku kuliah atau sekolah kita lebih banyak dijejali dngan berbagai teori tentang Sastra dan segala pernak perniknya.
Dalam sebuah buku kadang tertulis dengan jelas teknik membaca puisi atau karya sastra lainnya tapi sulit dipahami/dimengerti oleh pembacanya karena tidak dilengkapi dengan media audio visual yang dapat membantu pembaca atau penikmat sastra, sehingga tidak sedikit dari mereka yang gandrung dengan pembelajaran teknik membaca puisi yang baik dan benar menemui jalan buntu. Hal tersebut tentunya menghinggapi diri saya selaku tenaga pendidik (Guru). Meskipun saya sering membaca puisi di depan peserta didik yang disambut dengan tepuk tangan yang riuh dari siswa, entah karena mereka merasa tertarik atau mereka takut mengatakan bacaan saya jelek, itu saya tak mengerti.
Itulah sebabnya saya sangat antusias menyambut kegiatan workshop ini. sebagai seorang yang suka dengan sastra, walaupun hanya sebagai penikmat hasil karya sastra. Di antara peserta yang diuundang sayalah orang paling pagi sampai di tempat pelaksanaan workshop.
Hari pertama saya mengikuti workshop tanpa banyak bicara dan bertanya karena asyik mendengar/ menyimak materi pembelajaran yang disampaikan oleh kedua nara sumber, dan penyebab keduanya adalah sengatan lebah pada wajahku ketika berkendara sepeda motor menuju tempat pelaksanaan workshop. Pipiku membengkak sehingga aku harus menggunakan kaca mata hitam untuk menutupi wajah, ini saya anggap sebagai suatu ujian untuk mendapatkan ilmu pengetahuan.
Yang sangat terkesan dalam hati saya pribadi  ketika Mas Sugianto membacakan salah satu puisi karya Mba Lintang yang berjudul "Tuan Malaikat, "Ini Putri" membuat bulu roma yang mendengar pasti berdiri dan puisi ini sanggup merindingkan bulu kudukku.
Hari kedua aku mencoba membaca puisi di depan peserta. Puisi yang kubaca adalah sebuah karyua dari seorang penyair terkenal "Taufiq Ismail" yang berjudul : "Kalian Cetak Kami Jadi Bangsa Pengemis, Lalu Kalian Paksa Kami Masuk Masa Penjajahan Baru, Kata Si Toni".


KALIAN CETAK KAMI JADI BANGSA PENGEMIS,
LALU KALIAN PAKSA KAMI
MASUK MASA PENJAJAHAN BARU,KATA SI TONI
Taufiq Ismail
                       
                                   “ Kami generasi yang sangat kurang percaya diri
Gara-gara pewarisan nilai,sangat dipaksa-tekankan
Kalian bersengaja menjerumuskan kami-kami
Sejak lahir sampai dewasa ini
Jadi sangat tergantung pada budaya
Meminjam uang ke mancanegara
Sudah satu keturunan jangka waktunya
Hutang selalu dibayar dengan hutang baru pula
Lubang itu digali lubang itu juga ditimbuni
Lubang itu,alamak,kok makin besar jadi
Kalian paksa-tekankan budaya berhutang ini
Sehingga apa bedanya dengan mengemis lagi
Karena rendah diri pada bangsa-bangsa dunia
Kita gadaikan sikap bersahaja kita
Karena malu dianggap bangsa miskin tak berharta
Kita pinjam uang mereka membeli benda mereka
Harta kita mahal tak terkira,harga diri kita
Digantung di etalase kantor Pegadaian Dunia
Menekur terbungkuk kita berikan kepala kita bersama
Kepada Amerika,Jepang,Eropa dan Australia
Mereka negara multi-kolonialis dengan elegansi ekonomi
Dan ramai-ramailah mereka pesta kenduri
Sambil kepala kita dimakan begini
Kita diajarinya pula tata negara dan ilmu budi pekerti
Dalam upacara masuk masa penjajahan lagi
Penjajahnya banyak gerakannya penuh harmoni
Mereka mengerkah kepala kita bersama-sama
Menggigit dan mengunyah teratur berirama
Sedih,sedih,tak terasa jadi bangsa merdeka lagi
Dicengkeram kuku negara multi-kolonialis ini
Bagai ikan kekurangan air dan zat asam
Beratus juta kita menggelepar menggelinjang
Kita terperangkap terjaring di jala raksasa hutang
Kita menjebakkan diri ke dalam kerangkeng budaya
Meminjam kepeng ke manca negara
Dari membuat peniti dua senti
Sampai membangun kilang gas bumi
Dibenarkan serangkai teori penuh sofistikasi
Kalian memberi contoh hidup boros berasas gengsi
Dan fanatisme mengimpor barang luar negeri
Gaya hidup imitasi,hedonistis dan materialistis
Kalian cetak kami jadi Bangsa Pengemis
Tertancap dalam berbekas,selepas tiga dasawarsa
Jadilah kami generasi sangat kurang rasa percaya
Pada kekuatan diri sendiri dan kayanya sumber alami
Kalian lah yang membuat kami jadi begini
Sepatutnya kalian kami giring ke lapangan sepi
Lalu tiga puluh ribu kali,kami cambuk dengan puisi ini.”

1998

Memang pada malam harinya saya sudah berusaha mencari puisi Mba Lintang di situs internet tapi saya tidak mendapatkannya,  Maaf Mba Lintang Sugianto......!!!! Seharusnya saya bisa membaca karya Mba Lintang, tapi apalah dayaku walaupun aku sudah berusaha.
Itulah Puisi yang saya Bacakan di depan peserta dan Mas Sugianto sebagai nara sumber  dalam Workshop 2 hari tersebut, terima kasih Mas sugianto.....terima kasih Mba Lintang ...!!!

Met's (Cabe)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar